Facebook
hstcunesa
Instagram
hstc_unesa
Line
@yyx7084w
Login / Register

Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, PPh pasal 26 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri dari Indonesia selain bentuk usaha tetap (BUT) yang berada di Indonesia. Kriteria seorang individu atau perusahaan yang dikategorikan sebagai Wajib Pajak luar negeri adalah:

  1. Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
  2. Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.


Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26

Subjek pajak pemotong PPh pasal 26 wajib dilakukan oleh:

  1. Badan Pemerintah
  2. Subjek pajak dalam negeri
  3. Penyelenggara kegiatan
  4. Bentuk usaha tetap
  5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap


Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 26

Jenis-jenis penghasilan atau objek pajak yang wajib dipotong Pajak Penghasilan pasal 26 adalah:

  1. Deviden;
  2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
  3. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
  4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan ;
  5. Hadiah dan penghargaan;
  6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
  7. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya;
  8. Keuntungan karena pembebasan utang.


Tarif Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 26

Tarif yang dikenakan sesuai dengan persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) antar negara atau tax treaty, yaitu sebesar 20% untuk setiap pengenaan jenis Pajak Penghasilan pasal 26. Ketentuan dasar pengenaan pajak adalah sebagai berikut:

  1. Tarif 20% dari penghasilan bruto;
  2. Tarif 20% dari penghasilan neto;
  3. Tarif 20% dari peghasilan setelah pajak (penghasilan kena pajak dikurangi dengan pajak penghasilan).


Dasar Pengenaan Tarif Pajak

1. Dua puluh persen dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau yang diperoleh Wajib Pajak luar negeri berupa:

  1. Deviden;
  2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
  3. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
  4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan ;
  5. Hadiah dan penghargaan;
  6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
  7. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya;
  8. Keuntungan karena pembebasan utang.

20% x Penghasilan Bruto atau Tax Treaty (P3B)

2. Dua puluh persen dari perkiraan penghasilan neto adalah:

  • Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia yang diperoleh WP luar negeri;
  • Penjualan saham. Saham yang diperjualbelikan adalah saham dari PT di dalam negeri dan tidak berstatus sebagai emiten atau perusahaan publik;

    20% x Penghasilan Neto
    - Perkiraan Neto = 25%
    - Tarif Efektif      = 20% x 25% Harga Jual = 5% Harga Jual

  • Premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.

    20% x Penghasilan Neto
    Perkiraan Neto :
    • 50% dari Premi yang dibayarkan oleh pihak yang tertanggung kepada perusahaan asuransi LN.
      Sehingga tarif efektif: 20% x 50% = 10%
    • 10% dari Premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi di Indonesia kepada perusahaan asuransi LN.
      Sehingga tarif efektif: 20% x 10% = 2%
    • 5% dari Premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi di Indonesia kepada perusahaan asuransi di LN.
      Sehingga tarif efektif: 20% x 5% = 1%

3. 20% persen dari penghasilan setelah pajak (penghasilan kena pajak dikurangi dengan pajak penghasilan) diterapkan      pada BUT di Indonesia yang penghasilan atau bagian labanya tidak ditanamkan kembali di Indonesia.

20% x Penghasilan Setelah Pajak

 


Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 26

  1. Pajak penghasilan pasal 26 dipotong pada akhir bulan pada saat dilakukannya pembayaran penghasilan, disediakan untuk dibayarkan penghasilan, atau jatuh temponya pembayaran penghasilan bersangkutan tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
  2. Pajak Penghasilan pasal 26 saat terutang dipotong pada saat pembayaran, disediakan untuk dibayarkan (deviden) dan jatuh tempo (bunga dan sewa), atau saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (royalti, imbalan jasa teknik atau jasa manajemen atau jasa lainnya).
  3. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap tiga:
    - Lembar pertama untuk Wajib Pajak Luar Negeri
    - Lembar kedua untuk kantor pelayanan pajak
    - Lembar ketiga untuk arsip pemotong
  4. Pembayaran PPh pasal 26 dilakukan oleh pihak pemotong dan disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos yang sudah ditunjuk oleh Kementerian Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
  5. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Apabila jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh pasal 26 bertepatan dengan hari libur, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

 


Contoh Perhitungan PPh Pasal 26

1. Tarif 20% dari penghasilan Bruto

Contoh  1.1
Pada Mei 2021 PT ABC membayar royalti kepada alexando yang berkewarganegaraan Amerika sebagai penulis buku sebesar Rp 85.000.000
PPh pasar 26 yang dipotong adalah?
20% x Rp 85.000.000 = Rp 17.000.000

Contoh 1.2
PT Djarum memberikan hadiah perlombaan kepada Lee Tay Wei warga China sebagai juara tunggal putra bulu tangkis sebesar Rp 150.000.000
PPh pasal 26 yang dipotong adalah?
20% x Rp 150.000.000 = Rp 30.000.00

 

2. Tarif 20% dari Penghasilan Neto

Contoh 2.1
PT Abadi Jaya mengasuransikan gedungnya kepada perusahaan asuransi luar negeri dengan membayar premi asuransi selama tahun 2021 sebesar Rp 130.000.000
20% x 50% x Rp 130.000.000 = Rp 13.000.000

Contoh 2.2
PT Rembulan mengasuransikan gedungnya kepada perusahaan asuransi dalam negeri, yaitu perusahaan asuransi Cempaka Baru dengan membayar premi asuransi sebesar Rp 250.000.000. Untuk mengurangi risiko Cempaka Baru mengasuransi sebagian polis asuransinya kepada perusahaan luar negeri dengan premi sebesar Rp 125.000.000
20% x 10% x Rp 125.000.000

 

3. Tarif 20% dari Penghasilan Setelah Pajak

Contoh 3

Penghasilan Kena Pajak BUT di Indonesia                      Rp 15.500.000.000

Pajak Penghasilan :

22% x Rp 15.500.000.000 (tarif pajak badan 2021)        Rp   3.410.000.000

Penghasilan Kena Pajak setelah pajak                             Rp 12.090.000.000

Pajak Penghasilan pasal 26 yang terutang

20%

x

Rp 12.090.000.000

=

Rp 2.418.000.000


Pengecualian Objek Pemotongan PPh Pasal 26

Khusus untuk BUT dikecualikan dari pemotongan apabila penghasilan kena  pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan dari BUT ditanamkan kembali di Indonesia, dengan syarat:

  1. Penanaman kembali dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan;
  2. Penanaman kembali dilakukan pada tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh penghasilan tersebut;
  3. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut sekurang-kurangnya dalam waktu 2 tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan mulai berproduksi komersial.

 


Bisa disimak ya video berikut ini


 

Sumber :

Halim, Abdul. 2020. Perpajakan Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat.

(Tanpa Nama). 2017. PPh psl 23, 4 ayat(2) dan 26. https://law.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/3.-PPh-Pasal-23-4-2-dan-26.ppt